Tuan Maherat

Siang menyinsing seraya embun berpaling.
Berhias peluh kala surya merajai mata angin.
Buku lusuh meracau.
Burung - burung berkicau.
Aksara berhamburan.
Inikah pertanda kehilangan?
 
Kuraih diksi yang enggan turun barang sekali.
Sebab bosan di rangkai menjadi kalimat patah hati.
Hingga sunyi beranjak pergi, sepi menghianati.
Yang tersisa hanya ironi sebagai selimut diri.
 
Kini simfoni tak lagi berdendang di awal hari.
Sapaan pengganggu mimpi tak lagi menyambangi.
Hati berat sampai surya tenggelam di ufuk barat.
Menjadi kisah penat dengan elegi yang melekat.
 
Harapan apalagi yang harus di perjuangkan?
Takhta mana lagi yang menjadi kemenangan?
Tak ada harap lingkup bahasa netra berpijak.
Hanya ada semerbak rindu yang kian menjebak.
 
Aku semakin tersudut di ruang putus asa.
Merajut dilema di pekatnya ruang tanpa cahaya.
Elegi tercipta dari percikan bahasa netra.
Melangit aksara-linang kehilangan muara.
 
Jika bisa kulampaui padatnya waktu dan ruang.
Awal petaka benar - benar takkan ku lakukan.
Sebab penderitaan tumbuh di altar kesendirian.
Lantas, apalagi yang pantas?
Selain meminang pahitnya kehilangan.
 
- Aini

 


Comments

  1. Hai pals!
    Terima kasih sudah baca ^^

    ReplyDelete
  2. dear venus karyamu punya taste yg berbeda

    ReplyDelete
  3. Awesome!
    Welcome back dear Venus.
    Miss your pretty poems❤️

    ReplyDelete
  4. Semangat nulisnya, jaga kesahatan terus yahhhh🥰

    ReplyDelete
  5. Wow sekali come back
    Langsung epic karya nya
    Gini nih
    Yang bikin ane pick support mulu..🤣
    Ganbate ojo sama..💪

    ReplyDelete
    Replies
    1. too much but thank you so much Beel. Chan ^^

      Delete

Post a Comment

thank you for open this blog! with love -aini

Popular posts from this blog

Kisah Temaram

Rinduku

LawPhobia