Bu, Anakmu Patah Hati
Malam mengetuk jendela sepi yang mendekap tubuhnya sendiri.
Dibisikannya partitur,
pengiring elegi atas dua hulu sungai yang tengah bermonolog dengan takdirnya.
Bibir ini masih terpasung kenyataan,
enggan bergumam mengutarakan gelisah
atau mencari lengan ibu untuk sekadar basa-basi.
"Bu, anakmu patah hati."
Namun, itu hanya bagian dari elegi
Nada yang mengalun di antara bantal yang basah
sebab dua hulu sungai telah kehilangan hilirnya.
Menyisakan renjana yang mulai lapuk,
pun rasa kembali remuk.
Lantas sayup-sayup hujan turun.
Bukan hanya partitur hampa,
kini gulita menampar lapuknya renjana.
Menyajikan hidangan makan malam,
ialah duka yang dikemas kerisauan.
Pada lembar monokrom kala mata terpejam,
terlukis imaji dan tiap jengkal memoar yang pernah diutarakan.
Menjadi penyempurna untuk renjana yang mulai lapuk,
dan rasa yang benar-benar remuk.
- Aini
HAI PALS^^
ReplyDeleteTrimakasih sudah baca!
*menerima kritik dan saran.
luvvvvv <3
Hai dear Venus. Karya kamu yang ini bagus bngett�� kebetukan relate di aku
ReplyDeleteWah, thankyou so much ya!
DeleteBagus banget, semangat terus ka��
ReplyDeletethankyou so much pal!^^
DeleteBagus banget karyamu neng..
ReplyDeleteSemangat terus yah🥰🥰
terima kasih pal!^^
DeleteHai dear venus, saya menunggu tulisanmu selanjutnya ^^ rehatnya panjang sekali yaa
ReplyDeletehahaha iya yaa? setahun ini lagi sibuk banget belajar
Delete